HADIS
KE 7
وَحَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَمِّهِ
أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى أَبِي مُوسَى أَنْ صَلِّ
الظُّهْرَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ قَبْلَ
أَنْ يَدْخُلَهَا صُفْرَةٌ وَالْمَغْرِبَ إِذَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ وَأَخِّرْ الْعِشَاءَ
مَا لَمْ تَنَمْ وَصَلِّ الصُّبْحَ وَالنُّجُومُ بَادِيَةٌ مُشْتَبِكَةٌ وَاقْرَأْ
فِيهَا بِسُورَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ مِنْ الْمُفَصَّلِ
MAKNA HADIS
Telah menceritakan kepadaku dari
Malik dari pamannya - [Abu Suhail] - dari [bapaknya], bahwa [Umar bin Al
Khathab] menulis kepada Abu Musa Al Asya'ri: laksanakanlah shalat zhuhur ketika
matahari tergelincir dan shalat ashar ketika matahari terlihat putih jernih
sebelum menguning. Laksanakanlah Shalat maghrib ketika matahari terbenam, dan
akhirkan shalat Isya' selagi kamu belum tidur, dan laksanakanlah shalat subuh
ketika bintang-bintang terlihat saling bersusun, dan bacalah di dalamnya dua
surat panjang yang termasuk kategori dari surat-surat Al Mufasshal (surat yang
dimulai dari surat Al Hujurat sampai akhir)
BERKENALAN DENGAN NAMA DISEBUT DALAM
KISAH
(Abu Musa Al-Asy'ari ra.)
Ia dilahirkan di Zabin, Yaman, 21
tahun sebelum Hijriah. Nama lengkapnya Abu Abdullah bin Qis bin Salim bin
Hadhor bin Harb. Nama panggilannya Abu Musa dan al-Asy'ari dinisbahkan kepada
bani al-Asy'ar di Qohthan. Beliau adalah seorang zahid, ahli fiqh, al-Imam
al-Kabir dan ahli ibadah. Tubuhnya tidak gemuk dan tidak terlalu pendek.
Suaranya bagus.
Sejarah beliau dimulai dari Yaman
tempat dimana beliau dilahirkan. Masa itu penduduk Qohthan banyak yang
menyembah berhala. Meskipun ia masih berusia muda, tapi ia menolak dan
mengingkari penyembahan berhala yang berlaku di masyarakatnya. Ia tahu bahwa
berhala yang disembah tidak memberikan manfaat dan juga bahaya.
Dalam hatinya berkeinginan agar
datang pertolongan dari langit untuk menyelamatkan manusia dari penyembahan
berhala. Keinginannya itu terwujud ketika beliau mendengar bahwa Muhammad bin
Abdullah adalah utusan Allah mengajarkan agama tauhid, mengajak kepada amar
ma'ruf dan budi pekerti mulia. Maka dengan niat ikhlas beliau meninggalkan
tanah kelahirannya pergi menuju Mekkah tempat di mana Rasulullah diutus.
Sesampainya di Mekkah beliau duduk di
sekeliling Rasulullah dan belajar darinya. Selama mengikuti ajaran Rasulullah,
beliau sangat rajin dan tekun. Akhirnya setelah merasa cukup beliau pulang ke
Yaman untuk mengajarkan agama tauhid yang dibawa Rasulullah. Sedikit banyak ia
membawa perubahan di kaumnya. Kemudian beliau balik ke hadapan Rasulullah
setelah selesai perang Khaibar. Kebetulan kedatangannya bersamaan dengan
datangnya Ja'far bin Abu Tholib bersama sahabat lain dari Habasyah (Ethopia).
Di situlah Rasulullah memberikan
penjelasan tentang ajaran Islam kepada semua yang datang. Ternyata kedatangan
beliau dari Yaman tidak hanya seorang diri. Tapi beliau datang bersama 53 lebih
dari laki-laki dari penduduk Yaman. Dua saudara sedarahnya juga ikut datang
yaitu Abu Ruhm dan Abu Burdah. Orang-orang yang datang bersama beliau oleh
Rasulullah disebut "al-Asy'ariun" (orang-orang Asy'ari).
Tentang kisah hijrahnya, beliau
berkata; "Kami keluar dari Yaman bersama 53 orang lebih dari kaumku.
Suadaraku Abu Ruhm dan Abu Burdah juga ikut. Kami berlayar dengan prahu ke
Najashy, Ethopia. Ternyata di sana sudah ada Ja'far dan sahabat-sahabat lain.
Kemudian kami bertemu setelah selesai perang Khaibar.
Kemudian Rasulullah berkata;
"Kamu berhijrah dua kali, pertama ke Najashy dan kedua hijrah
kepadaku." (HR.Bukhori Muslim). Sejak itulah Rasulullah sangat cinta
padanya, dan juga kaumnya. Anehnya sebelum kedatangan beliau, Rasulullah
berkata kepada para sahabat bahwa akan datang kepada kami besok suatu kaum
hatinya sangat lembut. Besok harinya kedatangan mereka disambut meriah dengan
saling berjabat tangan. Inilah sejarah pertama berjabat tangan dalam Islam.
Dalam hadits yang lain Rasulullah
bersabda, "Orang-orang Asy'ari ini bila mereka kekurangan makanan dalam
peperangan atau ditimpa paceklik, maka mereka kumpulkan semua makanan yang
mereka miliki pada selembar kain, lalu mereka bagi rata. Mereka termasuk
golonganku, dan aku termasuk golongan mereka. "
Abu Musa menempati posisi yang tinggi
di kalangan kaum Muslimin. Ia ditakdirkan menjadi sahabat Rasulullah dan
muridnya, serta menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia. Abu Musa merupakan
kombinasi yang khusus dari sifat-sifat utama. Ia seorang prajurit yang gagah
berani dan pejuang yang tangguh bila berada di medan perang. Namun ia juga
seorang pahlawan perdamaian, peramah, dan tenang. Keramahan dan ketenangannya
mencapai batas maksimal
Beliau adalah seorang faqih (ahli
fiqh) dan sangat cerdas sehingga dapat memahami setiap persoalan yang muncul.
Disebutkan bahwa beliau termasuk empat orang ahli hukum umat Islam, Umar, Ali,
Abu Musa dan Zaid bin Tsabit. Tidak hanya itu, beliau juga penguasa yang sangat
berani. Di medan perang, dengan beraninya ia sanggup memikul beban dan tanggung
jawab pasukan umat Islam. Sampai suatu ketika Rasulullah berkata, "Tuan
para kesatria adalah Abu Musa ."
Rasulullah pernah menugaskan beliau
menjadi penguasa atau wali di kota Zabid dan Adnan. Diantara para sahabat,
beliau lah yang memiliki suara bagus ketika membaca al-Qur'an. Kelembutan dan
kehalusan suaranya membuat orang yang mendengarkan terharu dan terenyuhlah
hatinya. Suaranya mampu menembus ke relung hati.
Dari Abu Musa diceritakan bahwa
Rasulullah berkata, "Wahai Abu Musa , kamu telah diberi seruling dari
serulingnya (bagus suaranya) keluarga Daud. "(HR.Bukhori Muslim). Dalam
hadits lain diceritakan, Anas berkata suatu malam beliau (Abu Musa ) melakukan
sholat malam. Bacaan al-Qur'an dalam sholatnya itu terdengar oleh istri-istri
Rasulullah. Merekapun bangun dan mendengarkan dengan baik. Ketika pagi-pagi
beliau diberitahu bahwa istri-istri Rasul mendengar bacaannya.
Biasanya kalau Umar bin Khatthab
bertemu dengannya, ia harus diperintah untuk membaca al-Qur'an sembari berkata,
"Wahau Abu Musa, kami rindu dengan lantunan ayat-ayat suci
al-Qur'an." Pada waktu Umar bin Khatthab mengutus beliau untuk menjadi
wali dan amir di Bashrah pada tahun 17 Hijriah, beliau mengumpulkan penduduk
Basrah sembari berkhutbah; "Amirul mukminin mengutusku untuk mengajarkan
kepada kalian kitab Allah dan sunnah Rasul. Dan juga untuk membersihkan jalan
kesesatan kalian.".
Mengenai dirinya ketika memimpin
Bashrah, Hasan Al-Bashri pernah berkata, "Tak seorang pengendara pun yang
datang ke Bashrah yang lebih berjasa kepada penduduknya selain dia "
Pada masa khalifah Utsman beliau
ditugaskan untuk menjadi wali di Basrah, tapi kemudian ia mengundurkan diri.
Setelah itu dipindah ke Kuffah. Pada waktu terjadi fitnah dan perselisihan
antara Ali dengan Muawwiyah, beliau mengajak penduduk Basrah untuk memberikan
dukungan kepada Ali.
Selama berjuang bersama Rasulullah,
Beliau telah meriwayatkan kurang lebih 355 hadits. Diantara hadits riwayatnya,
dari Rasulullah bersabda; "Sesungguhnya Allah membentangkan tangannya di
malam hari untuk memberi ampunan bagi orang yang berbuat jahat di siang hari.
Dan Allah bentangkan tangannya di siang hari untuk memberi ampunan bagi orang
yang berbuat jahat di malam hari sampai matahari terbenam." (HR.Muslim)
Suatu hari beliau berkata; "Ada
dua hal yang dapat memutus dariku kenikmatan dunia; yaitu mengingat mati dan
mengingat dosa dihadapan Allah." Beberapa kata hikmah dan petuah beliau;
"Ikutilah petunjuk al-Qur'an..!. jangan pernah merasa jemu untuk
ikut". Beliau wafat di Kuffah pada tahun 44 Hijriah.
KETERANGAN HADIS
( أَنْ صَلِّ الظُّهْرَ إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ
) أَيْ : مَالَتْ ، وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَنَسٍ : " أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ حِينَ زَاغَتِ الشَّمْسُ فَصَلَّى الظُّهْرَ " وَلَا
يُعَارِضُ حَدِيثَ الْإِبْرَادِ ؛ لِأَنَّهُ مُسْتَحَبٌّ لَا يُنَافِي جَوَازَ التَّقْدِيمِ
.
( وَ ) صَلَّى ( الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ بَيْضَاءُ
نَقِيَّةٌ ) بِنُونٍ وَقَافٍ لَمْ تَتَغَيَّرْ ( قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَهَا صُفْرَةٌ
) بَيَانٌ لِنَقِيَّةٍ .
( وَالْمَغْرِبَ إِذَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ
وَأَخِّرِ الْعِشَاءَ ) عَنِ الشَّفَقِ ( مَا لَمْ تَنَمْ ) وَفِي الصَّحِيحَيْنِ ،
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ : " أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَسْتَحِبُّ
أَنْ تُؤَخَّرَ الْعِشَاءُ " ( وَصَلِّ الصُّبْحَ وَالنُّجُومُ بَادِيَةٌ مُشْتَبِكَةٌ
) مُخْتَلِطٌ بَعْضُهَا بِبَعْضٍ لِكَثْرَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
.
( وَاقْرَأْ فِيهَا بِسُورَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ
مِنَ الْمُفَصَّلِ ) وَأَوَّلُهُ الْحُجُرَاتِ عَلَى الصَّحِيحِ إِلَى عَبَسَ
.
( ش ) :قوله أن صل الظهر إذا زاغت الشمس ظاهره
مخالف لظاهر كتابه إلى عماله المتقدم ذكره في قوله أن صلوا الظهر إذا فاء الفيء ذراعا
ويحتمل أن يكون كتب إلى أبي موسى الأشعري بذلك في خاصة نفسه في غير وقت إمارته لأن
صلاة الفذ في أول الوقت أفضل ويحتمل أن يريد بذلك الجمعة وقوله والعصر والشمس بيضاء
نقية ما لم تدخلها صفرة تحديد لآخر وقتها وقوله وأخر العشاء ما لم تنم يحتمل أن يكون
أمره بذلك في خاصة نفسه على ما اختاره ابن حبيب في قوله إن الإنسان في خاصة نفسه يستحب
له أن يبطئ بها بعد وقت الصلاة في المساجد ما لم يخف النوم ويحتمل أن يكون قد علم من
حاله المبادرة بالنوم في أول الليل حرصا على التهجد في آخره فأمره بتأخير العشاء ليدركها
معه العمال وأهل الأشغال ما لم ينم قبلها في الوقت الذي جرت عادته بالنوم فيه
( فصل ) وقوله واقرأ في الصبح بسورتين طويلتين
من المفصل يريد بعد قراءة أم القرآن ولم يحتج إلى ذكرها لما علم أنه تقرر عندهم أنه
لا يجزي صلاة إلا بها وسنبين ذلك بعد هذا وإنما أمره أن يقرأ في كل ركعة بسورة من طوال
المفصل لأن صلاة الصبح أطول الصلاة قراءة وطوال المفصل فيها عدل لأن في ذلك أخذا بحظ
من التطويل ولا يخلو ذلك من الرفق بالناس وأما الرجل في خاصة نفسه فليطول ما شاء وإنما
سمي المفصل لكثرة انفصال سوره وقيل سمي بذلك لثبوت أحكامه وقلة المنسوخ فيه ولذلك سمي
المحكم
No comments:
Post a Comment